
Jurnalis Sahabat Pendidikan (JSP) membuka rangkaian pelatihan Citizen Journalism secara daring dengan satu-satunya narasumber, Gagas Gayuh Aji, S.M., M.Sc., dosen Manajemen Perkantoran Digital dan pakar media sosial dari Fakultas Vokasi Universitas Airlangga. Sesi pertama pada 4 April ini dirancang untuk memperkenalkan teknik verifikasi fakta dan dasar-dasar penulisan jurnalistik kepada 177 peserta dari berbagai kabupaten di Jawa Timur, namun menuai kritik soal kedalaman materi dan keterbatasan perspektif.
Dalam presentasinya, Gagas Gayuh Aji memaparkan lima langkah verifikasi—mulai dari pengecekan sumber primer hingga cross-check data melalui alat digital—serta strategi distribusi laporan lewat platform media sosial. Meski paparan ini diterima antusias oleh peserta, banyak yang merasa waktu kurang memadai untuk praktik langsung. “Prinsipnya jelas, tapi dalam satu kali sesi dua jam susah sekali menerapkan kelima langkah secara menyeluruh,” ujar Ratna dari Sidoarjo, menyoroti kebutuhan workshop lanjutan untuk praktik mendalam.
Selama sesi tanya jawab, Anton dari Madiun mengajukan pertanyaan krusial:
“Bagaimana cara memilih topik lokal yang relevan agar mendapat perhatian media mainstream?”
Gagas menekankan pentingnya mencari “angle” yang mengangkat isu keseharian masyarakat, namun tanpa menghadirkan contoh kasus detil atau mentor di daerah, peserta khawatir kesulitan mengeksekusi strategi tersebut.
Citra dari Lumajang kemudian menyoroti kendala teknis:
“Bagaimana memverifikasi sumber saat narasumber sulit dihubungi?”
Jawaban tentang penggunaan arsip digital dan sumber sekunder memang relevan, namun ketidakstabilan koneksi internet membuat beberapa peserta tak bisa mengakses alat verifikasi tersebut tepat waktu.
Kritikus media independen berpendapat bahwa rangkaian kegiatan JSP dengan satu narasumber, meski efisien, kehilangan sudut pandang alternatif—termasuk metode low-tech yang lebih sesuai untuk wilayah terpencil. Tanpa keterlibatan organisasi pemeriksa fakta atau perwakilan komunitas desa, pelatihan berisiko menjadi hingar-bingar teori tanpa aplikasi nyata di lapangan.
JSP telah mengumumkan dua sesi berikutnya untuk memperdalam materi pada Juni dan Agustus 2025. Namun, tanpa modul cetak, pendampingan lokal, atau evaluasi berkelanjutan, tantangan dalam menerjemahkan teori ke praktik masih akan terus menghantui rangkaian pelatihan ini. Ke depan, kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan dan penyediaan fasilitas hybrid—daring dan tatap muka—dinilai penting untuk memastikan warga Jawa Timur benar-benar menjadi penjaga kebenaran di era hoaks.