
Dunia kembali terperanjat. Amerika Serikat, pada Jumat malam waktu setempat, melancarkan serangan udara besar-besaran ke tiga situs nuklir utama Iran: Fordow, Natanz, dan Isfahan. Serangan ini dilakukan menggunakan bom penghancur bunker dan rudal jelajah Tomahawk yang ditembakkan dari kapal selam dan pesawat siluman B-2. Pentagon menyebut operasi ini sebagai respons terhadap “ancaman mendesak” dari program nuklir Iran.
Presiden Donald Trump, dalam pidato singkat di Gedung Putih, menyebut serangan tersebut sebagai “sangat sukses” dan mengklaim fasilitas nuklir Iran telah “dihancurkan sepenuhnya”. Ia menegaskan bahwa tindakan ini dilakukan demi memastikan Iran tidak dapat mengembangkan senjata nuklir yang dianggap mengancam sekutu-sekutu Amerika di kawasan.
Di sisi lain, pemerintah Iran membantah bahwa serangan tersebut berhasil melumpuhkan program nuklir mereka. Dalam pernyataan resmi, Teheran mengklaim tidak ada kebocoran radioaktif dari situs yang diserang dan bersumpah akan membalas tindakan tersebut dengan “respon setimpal”. Iran juga menegaskan bahwa serangan ini tidak akan menghentikan tekad mereka untuk melanjutkan program nuklir yang disebutnya “untuk tujuan damai”.
Serangan ini langsung mengundang gelombang kecaman dari berbagai penjuru dunia. Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mengutuk aksi militer ini sebagai “eskalasi berbahaya” yang mengancam stabilitas global dan menyerukan semua pihak untuk segera menahan diri. Negara-negara seperti Jerman, Prancis, Meksiko, Australia, dan Selandia Baru mendesak agar jalur diplomasi kembali ditempuh. Sebaliknya, Israel secara terbuka memuji langkah Amerika Serikat. Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menyebutnya sebagai “langkah bersejarah” untuk mencegah ancaman nuklir Iran.Di Washington, langkah ini memecah opini di dalam negeri. Sejumlah anggota Kongres, baik dari Demokrat maupun sebagian Republik, mempertanyakan legalitas tindakan ini karena dilakukan tanpa persetujuan legislatif. Mereka menilai Presiden Trump telah melampaui batas kewenangannya. Sebagian kecil pendukungnya memuji tindakan itu sebagai upaya tegas untuk melindungi keamanan nasional.
Serangan ini memunculkan risiko baru di Timur Tengah. Iran telah meningkatkan siaga militernya dan mengisyaratkan potensi serangan balasan terhadap pangkalan militer Amerika dan sekutunya di wilayah Teluk. Selain itu, jalur pelayaran strategis seperti Selat Hormuz kini berada dalam status siaga tinggi, dengan kekhawatiran dunia terhadap potensi gangguan pasokan minyak global.
Dewan Keamanan PBB dijadwalkan menggelar sidang darurat dalam 24 jam ke depan untuk membahas krisis ini. Sementara itu, di berbagai ibu kota dunia, demonstrasi menolak perang mulai bermunculan, menuntut Amerika Serikat menghentikan agresinya dan menyerukan kembalinya diplomasi.Serangan bom Amerika ini bukan hanya sebuah operasi militer. Ini adalah pesan keras yang mengguncang fondasi tata keamanan dunia. Dengan memilih jalur kekuatan daripada diplomasi, Amerika Serikat telah membuka babak baru ketegangan global yang tak menentu. Dunia kini menahan napas, menanti: apakah akan ada langkah menuju de-eskalasi, atau justru bara konflik yang makin menyala.